Minggu, 07 Juni 2015

NPWP...Sejuta Cerita Tentangmu




Nomor Pokok Wajib Pajak biasa disingkat dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak (WP) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
 
 
Namun apakah penerbitan NPWP itu sendiri muncul atas kesadaran warga untuk membayar pajak? Ada beberapa hal yang melatarbelakangi warga untuk memiliki NPWP misalnya:
1.      Sadar sebagai warga negara yang memiliki kewajiban membayar pajak demi pembangunan bangsa
2.      Pengajuan Kredit ke Bank (Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-06/PJ.23/1995 dan Surat Dirjen Pajak Nomor S-136/PJ.23/1995 berbunyi Pemohon kredit dengan plafon di
3.      Pelanggan Telepon berbunyi Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-11/PJ.23/1993 perihal Persyaratan NPWP Bagi Pelanggan Telepon,
4.      Pembelian Valuta Asing kepada Bank berbunyi Peraturan Gubernur Bank Indonesia Nomor 10/20/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank, nasabah yang akan membeli valuta asing harus memenuhi persyaratan: perorangan yang memiliki kewarganegaraan Indonesia; atau badan usaha selain bank yang berbadan hukum Indonesia, berdomisili di Indonesia, dan memiliki NPWP.
5.      Pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan
6.      Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Peraturan Dirjen Pajak Nomor 35/PJ/2008 Tentang Kewajiban Pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan mengatur hal-hal sebagai berikut.
1.      Atas pembayaran pajak penghasilan (PPh) dengan menggunakan SSP atas penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, wajib dicantumkan NPWP yang dimiliki wajib pajak yang bersangkutan.
2.      Dikecualikan dari kewajiban ini adalah SSP yang digunakan untuk pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan oleh wajib pajak orang pribadi dengan jumlah pajak yang harus dibayar kurang dari Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah).
7.      Menjadi Kuasa Wajib Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor-22/PMK.03/2008 mengatur syarat-syarat tentang kuasa sebagai berikut.
1.    Memiliki NPWP.
2.    Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak   terakhir.
3.    Menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
4.    Memiliki surat kuasa khusus dari wajib pajak yang memberi kuasa.
8.      Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun (Non B3). Menteri Perdagangan RI melalui Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 41/M-DAG/PER/10/2008 tentang Ketentuan Impor Limbah Non B3 mensyaratkan kepemilikan NPWP bagi perusahaan untuk dapat diakui sebagai importer produsen (IP).
9.      Jasa Penilai Publik
Menteri Keuangan RI melalui Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik mensyaratkan kepemilikan NPWP bagi penilai yang ingin mengajukan izin.
10.  Perusahaan Pembiayaan. Untuk dapat mengajukan ijin sebagai perusahaan pembiayaan yang diakui, pemohon harus melampirkan NPWP. Hal diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
11.  Ahli dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pemerintah melalui Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mensyaratkan kepemilikan NPWP bagi tenaga ahli yang akan memberikan jasa konsultasi.
Banyaknya motif yang melatarbelakangi seseorang untuk memilik NPWP sudah pasti menimbulkan dampak. Diantaranya belum sadarnya warga untuk secara rutin menyetor dan melaporkan SPT Masa dan Tahunan. Dan mirisnya lagi, hanya untuk memperoleh NPWP banyak warga yang dengan sengaja memalsukan alamat (melihat saat ini begitu mudahnya pemerintah menerbitkan KTP) terbukti dari kembalinya surat-surat dari Kantor Pelayanan Pajak via pos  (kempos). Namun ada juga memang yang lupa mengajukan pemberitahuan pindah domisili ke KPP Setempat (Baca : Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER - 20/PJ/2013)

Ada beberapa hal yang dilakukan seorang Account Representative dalam mengatasi berkas yang kembali pos (kempos) karena alamat Wajib Pajak tidak ditemukan:
1.       Untuk WP Badan dipastikan dengan benar alamat ybs saat akan dikukuhkan sebagai PKP
2.       Mencari informasi dari sanak family pengusaha ybs dan pemerintah setempat (lurah, RT/RW, kades, camat dll)
3.       Browsing dari media social baik Facebook, Path, Instagram, Badoo, dll)
4.       Menjajaki informasi dari Kantor Pelayanan Terpadu (mungkin saja ybs melakukan pengurusan ijin yang berkaitan dengan usaha)
5.       Kantor Samsat dan Kepolisian
6.       Jaringan perbankan baik Bank maupun Pegadaian
Namun dari beberapa langkah di atas masih sangat besar kemungkinan untuk tidak menemukan WP tersebut mengingat bangsa kita masih tertinggal dalam penyediaan sistem informasi kependudukan yang tersentralisasi (semoga suatu saat kita bisa menciptakan sistem informasi kependudukan tersebut)

Stop tipu-tipu..Mari Berkarya Untuk Bangsa!!!

Selasa, 02 Juni 2015

Surat Keterangan Fiskal. Pentingkah?

SEBERAPA PENTINGKAH SURAT KETERANGAN FISKAL UNTUK KITA???  
A. LATAR BELAKANG Dalam kegiatan pemerintahan di negara kita ada beberapa hal yang membutuhkan Surat Keterangan Fiskal (SKF) sebagai salah satu komponen persyaratan yang harus dipenuhi. Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau sering disingkat dengan KUP, Surat Keterangan Fiskal adalah surat yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang berisi data pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak untuk masa dan tahun pajak tertentu. Dan penerbitan SKF itu sendiri sebagai alat pendukung Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang sudah mengalami empat (4 ) kali perubahan dan diperbaharui menjadi Peraturan Presiden No 4 Tahun 2015. Merujuk pada Peraturan Presiden No 54 Tahun 2014 pasal 19 ayat 1 huruf (k) menyebutkan: “Persyaratan pemenuhan kewajiban pajak tahun terakhir dengan penyampaian SPT Tahunan dan SPT Masa dapat diganti oleh Penyedia Barang/Jasa dengan penyampaian Surat Keterangan Fiskal (SKF) yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak.” Surat Keterangan Fiskal (SKF) itu sendiri adalah surat yang dikeluarkan oleh direktorat jenderal pajak yang berisi tentang pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak untuk masa dan tahun pajak tertentu.” Namun apabila kita menelaah kedalam Peraturan Presiden No 4 Tahun 2015 Pasal 19 Ayat 1 huruf ( l ) sebagai peraturan yang terbaru tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah menyebutkan bahwa “peserta pengadaan barang dan jasa memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir.” Sampai dengan saat ini proses kerja penerbitan surat ketengan fiskal (SKF) memang berjalan sesuai Standart Operational and Procedure (SOP). Namun permohonan atas SKF itu sendiri tidak begitu rutin ditemui karena kebanyakan peserta lebih berminat untuk melampirkan SPT Tahun terakhir sebagai kompenen persyaratan mengikuti pengadaan barang dan jasa karena lebih simpel dan aman karena tidak perlu melalui tahapan kelengkapan berkas pajak dan penelitian pajak oleh pegawai pajak itu sendiri. Artinya peluang untuk peserta yang selama ini dengan mudahnya memanipulasi jumlah nominal setoran pajak dan atau didukung oleh unsur nepotisme panitia penyelenggara terbuka lebar. Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan salah satu contoh kecil dalam alokasi APBN. Sehingga sudah seharusnya memang benar-benar terkelola dengan baik agar tepat sasaran. Salah satu bentuk pengelolaan tersebut adalah dengan mengawasi dan mengatur secara ketat peserta pengadaan barang dan jasa pemerintah tersebut. Masalahnya yang kita hadapi saat ini adalah pemerintah memberikan kelonggaran dalam pemenuhan persyaratan di bidang perpajakan yaitu melampirkan Surat Keterangan Fiskal (SKF) atau SPT Tahun Terakhir. Sehingga sebagian besar peserta akan memilih SPT Tahunan untuk dilampirkan. Masalahnya bagaimana pemerintah pusat atau daerah memastikan bahwa peserta tersebut sudah patuh terhadap undang-undang perpajakan hanya dengan melihat secara kasat mata laporan SPT yang bersangkutan. Ada dua hal yang menyebabkan permasalahan ini terjadi. Pertama, lemahnya Perpres No 4 tahun 2015 yang tidak mewajibkan SKF sebagai syarat mutlak bukan pilihan. Sehingga direktorat jenderal pajak tidak memiliki kesempatan merekomendasikan peserta tender layak atau tidak melalui penelitian sesuai SOP yang ada. Ditambah lagi jumlah Account Representative yang tidak sebanding dengan wajib pajak sehingga tidak memungkinkan seluruh wajib pajak sudah diteliti sebelumnya. Jika saja pemerintah lebih menyempurnakan peraturan yang ada dengan menempatkan SKF sebagai satu komponen yang wajib dipenuhi, sudah dapat kita pastikan bahwa peserta pengadaan barang dan jasa merupakan mereka yang sudah benar-benar lulus uji kompetensi kepatuhan perpajakan. Merujuk pada peraturan presiden tentang pengadaan barang dan jasa yang terbaru jika peserta cukup memiliki NPWP dan SPT Tahunan terakhir maka peluang untuk memanipulasipun terbuka lebar. Misalnya, peserta tender pengadaan barang dan jasa melampirkan salinan STP Tahunan dengan jumlah setoran yang bersangkutan dilaporkan Rp.340.000 (didukung dengan Bukti Penerimaan Berkas).Hanya bermodalkan komponen tersebut yang bersangkutan sudah serta merta berhak menjadi peserta pengadaan barang dan jasa. Sementara jika yang bersangkutan diwajibkan melampirkan SKF maka baik dari aspek tepat waktu menyetor dan melapor, jumlah setoran dan bebas dari tindakan kejahatan perpajakan bisa dibuktikan secara gamblang oleh direktorat jenderal pajak melalui Account Representative. Misalnya dari contoh kasus di atas dengan nominal setoran pajak yang hanya Rp.340.000, ternyata setelah dilakukan penelitian yang bersangkutan seharusnya menyetor ke negara Rp.450.000. Sehingga yang bersangkutan memiliki hutang pajak Rp.110.000 per tahun pajak. Kedua, kurang memadainya komunikasi dua arah antara pemerintah pusat dan daerah dengan direktorat jenderal pajak (melalui KPP setempat) dalam hal memperketat aturan pengadaan barang dan jasa itu sendiri di bidang perpajakan. Dibeberapa daerah yang benar-benar ketat dalam pengawasan alokasi APBN, pemerintah daerah bekerjasama dengan KPP Pratama setempat mewajibkan SKF sebagai syarat sebagai peserta pengadaan barang dan jasa (sebagaimana juga sudah mulai diterapkan kepada peserta pilkada dan pilcaleg). Namun di daerah lainnya tidak begitu ketat mengingat peraturan induk yang mengatur hal tersebut memberikan opsi kepada peserta untuk melampirkan SPT maupun SKF. Dengan komunikasi dua arah yang aktif ini baik secara tertulis dan Memorandum Of Understanding (MOU) atau melalui rapat kerja khusus, pada saat akan melakukan pengadaan barang dan jasa pemerintah setempat bisa meminta rekomendasi Kantor Pelayanan Pajak setempat melalui Penerbitan Surat Keterangan Fiskal maupun memberikan rekomendasi secara langsung apakah layak atau tidak dengan menyerahkan daftar peserta pengadaan barang dan jasa pemerintah kepada Kantor Pelayanan Pajak untuk diteliti lebih lanjut. Sehingga dapat dipastikan peserta pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah orang yang layak dan jauh dari unsur nepotisme. A. KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa aturan yang berlaku saat ini masih terlalu lemah sehingga kemungkinan untuk melakukan nepotisme dalam pengadaan barang dan jasa masih sangat memungkinkan. Artinya, seharusnya kita bersama-sama melalui direktorat jenderal pajak tidak boleh hanya memandang peserta pengadaan barang dan jasa sudah patuh dalam hal menyetor dan melaporkan tetapi juga patuh terhadap jumlah seharusnya yang disetor dan patuh terhadap seluruh kebijakan perpajakan. Dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, Surat Keterangan Fiskal seharusnya merupakan suatu hal yang wajib bukan pilihan. Menurut analisa di atas bahwa selain memang aturan yang berlaku masih terlalu lemah, komunikasi dua arah baik verbal maupun melalui sistem informasi komputer, serta jumlah pegawai pajak yang sebanding dengan WP yang dikelolanya. B. SARAN Untuk menjawab persoalan tersebut di atas, maka disarankan agar: a. Direktorat Jenderal Pajak Mengusulkan kepada pemerintah untuk menyempurnakan Perpres No 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang mengharuskan peserta memiliki Surat Keterangan Fiskal b. Direktorat Jenderal Pajak memperbaiki komunikasi dua arah dengan pemerintah pusat/ daerah misalnya dengan membuat Memorandum Of Understanding (MOU) yang mengikat pemda untuk mewajibkan SKF kepada peserta pengadaan barang dan jasa maupun mengikutsertakan direktorat jenderal pajak (melalui KPP setempat) setiap kali diadakan tender pengadaan barang dan jasa c. Jika kedua hal diatas tidak mungkin dilakukan maka direktorat jenderal pajak sebaiknya menambah jumlah pegawai Account Representative sehingga memungkinkan secara rutin dan tersistem untuk melakukan penelitian kepatuhan dan keakuratan laporan pajak dari wajib pajak yang dikelolanya. Penulisan Artikel ini semata-mata hanya pendapat Penulis sendiri dari sudut pandang dan pemahaman sendiri.

Salam,
L Samosir

Selasa, 18 Juni 2013

Sudah Siapkah Kamu Mengabdi?

Inilah sesuatu yang telah dan akan kamu lalui. Setelah letih mengeyam pendidikan dari sekolah dasar, kemudian kamu bergelut di sekolah menengah pertama lalu dengan hati berbunga-bunga tancapkan asa di bangku sekolah menengah atas.
Sedikit ingin berbagi dengan para pembaca, duduk di bangku SMA itu hal yang menyenangkan. Apalagi buat kamu yang pada awalnya mulai betah melirik adik-adik kelas atau kelas sebelah. Kadang bela-belain bohong ke guru mata pelajaran dengan alasan pengen ke toilet eh malah nongkrong di kantin saat melihat si doi lagi nyantai sehabis lelah mengikuti praktek olah raga. Gak jauh beda rasa menggebu dalam hati tatkala duduk di bangku kuliah. Bedanya mau masuk atau nggak masuk kelas kita bebas, yah konsekuensinya dapat nilai E alias mengulang semester selanjutnya (#curhat). Saat kuliah dulu Penulis tidak pernah kepikiran apa itu namanya bekerja untuk orang. Tidak kepikiran susahnya nyari uang tiap bulan ditanah rantau jauh dari kedua orang tua. Sekedar informasi, masa kuliah Penulis tidak pernah kekurangan tapi gak juga kelebihan. Kemudian saat mulai pertama sekali dipanggil bekerja setelah dinyatakan lulus sebagai sarjana Ekonomi, Penulis mulai bekerja di sebuah perusahaan percetakan yang cukup tersohor. Berangkat subuh, pulang malam dengan upah lebih kecil dari uang saku yang biasa diberikan orang tua di kampung. Tapi upah ternyata bukan alasan utama seorang karyawan memilih untuk resign. Mungkin itu prioritas kesekian dalam bekerja. Nyaman saat kamu bekerja sekeras apapun, kamu masih bisa merasakan detak jantungmu normal. Saat kamu merasa tidak ada sesuatu yang tidak kelihatan seolah-olah menodong kepalamu.
Bergengsi saat kamu berani mengatakan "saya karyawan di PT....." tatkala teman sejawatmu bertanya. Saat kamu tidak malu memampangkan nama tempat kamu bekerja di situs jejaring sosial kami. Jenjang Karir saat kamu berani bermimpi "empat tahun kedepan saya sudah harus menjadi asisten manager" Bersedia Loyal saat kamu siap dibentak, ditertawakan atas ide-ide kamu yang baru. Saat kamu sanggup menerima mutasi sekalipun itu tempat paling terpencil. Sekedar saran, kamu-kamu yang sedang akan diterima bekerja atau kamu yang baru mengabdikan pemikiranmu di sebuah perusahan jangan terlalu banyak bertanya tentang apa yang sudah dan akan diberikan perusahaan. Paling tidak coba tanamkan dalam pikiran kita tentang mengisi dan mengisi. Ilmu dan pengalaman tentunya. Selanjutnya terserah para Pembaca. Percaya nggak percaya, perusahaan akan lebih memilih membangun bibit-bibit pekerja baru yang mau diarahkan ketimbang memelihara karyawan senior yang menuntut dan menuntut. Saran saya jika kita tidak nyaman silahkan cari tempat lain yang menurut kita lebih menjanjikan toh perusahaan lama gak akan menuntut dibanding kita malah memelihara penyakit hati dan pikiran kalau memang tidak nyaman. So, buat kamu-kamu kaula muda yang katanya smart , tangguh dan penuh ide kreatif, coba pahami tentang arti nyaman, gengsu, berkarir, loyal dan penghasilan lebih dari cukup. Jika kamu sudah memahaminya, yakinlah kemanapun kamu melangkah yang ada hanya tantangan baru yang lebih membangun jati diri.
Ibu saya pernah bilang:"Anakku, kamu bisa jadi apapun yang kamu mau, hanya jika kamu mau" Salam hangat dari Penabur Kasih

Senin, 17 Juni 2013

IndoAgri SEHATI IndoAgri SEHAT MEMBANGUN NEGERI Sumsel, 1 Mei 2013. Sebanyak 1.350 ibu hamil dan 8.353 anak batita (bawah tiga tahun) di lingkungan perkebunan Indofood Agri Resources Ltd. (IndoAgri) mengikuti program IndoAgri Sehati “IndoAgri Sehat Membangun Negeri” yang dipayungi oleh filosofi IndoAgri, yaitu “Sinergi Membangun Negeri”. IndoAgri, merupakan salah satu anak Perusahaan dan divisi agribisnis dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk, melakukan program ini secara serentak di 11 Propinsi yakni di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dengan jumlah 32 titik lokasi pelaksanaan di area Perkebunan. Acara ini berlangsung di Muara Merang dan Ulak Bacang dan diresmikan oleh Dinas Kesehatan Musi Banyuasin beserta Jajaran Pemerintah Daerah Kecamatan dan Aparatur Desa. Pelaksanaan Progam ini dipusatkan di Kebun Muara Merang, Sumsel, dan dihadiri oleh perwakilan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Riskiyana Sukandhi Putra, M.Kes. IndoAgri sebagai grup agribisnis dengan tenaga kerja padat karya yang menjadi faktor utama penggerak kegiatan usaha, berkeyakinan bahwa dalam menjaga usaha yang berkelanjutan dipengaruhi oleh salah satu aspek yaitu pertumbuhan sumber daya manusia dengan kualitas hidup, serta keunggulan dalam karakter dan kompetensi teknis.
Seiring dengan harapan meningkatkan kualitas hidup dan membantu menanggulangi salah satu isu global dimana kematian ibu hamil dan kurangnya gizi bagi anak-anak usia dini sangat tinggi, Perusahaan terdorong untuk melakukan inisiatif yang mendasar dan memberikan hasil yang sangat luas bagi Perusahaan dan Bangsa. Inisiatif ini dimulai dengan: - Membekali dan memberikan upaya-upaya kepada ibu-ibu hamil di area operasional Perusahaan dengan konsep kesehatan dan gizi yang benar, bagaimana menjaga kesehatan ibu-ibu hamil dan tumbuh kembang janin sehingga mampu menumbuhkan potensi sumber daya manusia yang unggul sejak didalam kandungan. - Menggerakan program Keluarga Berencana menuju keluarga sehat. - Memelihara kualitas tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan (usia 0 sampai 1.000 hari), menanamkan pola hidup sehat dan bersih dengan gizi yang cukup sesuai dengan usia dan pertumbuhannya serta pelayanan kesehatan yang memadai. IndoAgri Sehati ini merupakan salah satu program Corporate Social Responsibility dengan prioritas memberikan edukasi dan layanan kesehatan dalam peningkatan kualitas hidup ibu-ibu selama masa kehamilannya dan meningkatkan kualitas pertumbuhan anak pada masa usia emasnya, sehingga kelak tumbuh sumber daya manusia yang berkualitas. Program ini juga sejalan dengan kebijakan program pemerintah dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional yaitu Millenium Development Goals yaitu pada pilar ke empat, yaitu mengurangi tingkat kematian anak dan pilar ke lima, yaitu meningkatkan kesehatan ibu. “Kami berharap kegiatan IndoAgri Sehati ini menjadi kontribusi positif bagi Indonesia untuk menciptakan generasi penerus yang sehat, berkualitas dan unggul”, demikian pesan dari Grace Harun, Manager HRD. Dalam kegiatan ini, selain diberikan penyuluhan tentang kesehatan ibu hamil dan anak oleh Dinas Kesehatan setempat, dilakukan pula pemeriksanaan kesehatan oleh dokter Puskesmas setempat, dan pemberian makanan tambahan yang bergizi, program ini juga akan dilakukan secara berkesinambungan. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Musi Banyuasin, Ibu Dr. Hj Sriwijayani M.Kes Memberikan apresiasi yang tinggi kepada Grup IndoAgri karena kepedulian dalam bidang kesehatan ini, dan semoga program yang telah dilakukan secara serentak ini dapat memberikan contoh bagi perusahaan lain untuk bersama-sama membangun bangsa melalui kesehatan ibu dan anak. Tentang IndoAgri Grup IndoAgri adalah grup agribisnis yang terdiversifikasi dan terintegrasi dengan kegiatan usaha utama yang dimulai dari kegiatan riset dan pengembangan, pemuliaan benih bibit kelapa sawit hingga kegiatan perkebunan dan pengelolaan kelapa sawit, serta produksi dan pemasaran minyak goreng, margarin dan lemak nabati bermerek. Grup IndoAgri juga melakukan kegiatan usaha penanaman karet, tebu, kakao dan teh.

Kegiatan CSR PT Salim Ivomas Pratama Tbk

Kegiatan CSR Rumah Pintar Indoagri "Manager HR PT Simp, Tbk disambut hangat dengan suguhan Budaya Palembang" Rumah Pintar Desa Muara Merang diresmikan "Mari adik-adik gali ilmu disana"